Kamis, 30 Desember 2010

RISALAH PUASA

RISALAH PUASA 

A. Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa arab adalah shaum (Õæã) dan jama`nya adalah shiam (ÕíÇã). Secara ilmu bahasa, shaum
itu berarti al-imsak (ÇáÅãÓÇß) yang berarti ‘menahan’.
Sedangkan menurut istilah syariah, shaum itu berarti : Menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan
hal-hal lain yang membatalkannya sejak subuh hingga terbenam matahari dengan niat ibadah.
B. Syariat Puasa
Puasa Ramadhan pertama kali disyariatkan adalah pada tanggal 10 Sya`ban di tahun kedua setelah hijrah Nabi
SAW ke Madinah. Sesudah diturunkannya perintah penggantian kiblat dari masjidil Al-Aqsha ke Masjid Al-Haram.
Semenjak itulah Rasulullah SAW menjalankan puasa Ramadhan hingga akhir hayatnya sebanyak sembilan kali
dalam sembilan tahun.
Puasa Ramadhan adalah bagian dari rukun Islam yang lima, Oleh karena itu mengingkari kewajiban puasa
Ramadhan termasuk mengingkari rukun Islam. Dan pengingkaran atas salah satu rukun Islam akan
mengakibatkan batalnya ke-Islaman seseorang.
Sesungguhnya kewajiban puasa bukan saja kepada umat Nabi Muhammad SAW, tetapi umat terdahulu pun telah
mendapatkan perintah untuk puasa. Meskipun demikian, bentuk dan tatacaranya sedikit berbeda dengan yang
diberlakukan oleh Rasulullah SAW.
Paling tidak kita mengenal bentuk puasa nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Itu dilakukan
sepanjang hayat hingga wafat.
Kita juga mengenal bentuk puasa di zaman Nabi Zakaria, dimana puasa itu bukan hanya menahan lapar dan
haus, tetapi juga tidak boleh berbicara.
Sedangkan kewajiban puasa Ramadhan didasari olel Al-Quran, As-Sunah dan Ijma`.
1. Al-Quran
Allah telah mewajibkan umat Islam untuk berpuasa bulan Ramadhan dalam Al-Quran Al-Kariem.
Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaiman telah diwajibkan kepada umat
sebelummu agar kamu bertaqwa. (QS Al-Baqarah : 183)
2. As-Sunnah
Hadits Nabi SAW :
Islam dibangun atas lima, syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji ke baitullah bila mampu. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadits Nabi SAW :
Dari Thalhah bin Ubaid ra bahwa seseorang datang kepada Nabi SAW dan bertanya,” Ya Rasulullah SAW ,
katakan padaku apa yang Allah wajibkan kepadaku tentang puasa ?” Beliau menjawab,”Puasa Ramadhan”.
“Apakah ada lagi selain itu ?”. Beliau menjawab, “Tidak, kecuali puasa sunnah”.(HR. )
3. Al-Ijma`
http://www.syariahonline.com/puasa/001.htm (1 of 3)17/08/2004 15:14:57
.:: Risalah Puasa ::.
Secara ijma` seluruh umat Islam sepanjang zaman telah sepakat atas kewajiban puasa Ramadhan bagi tiapmuslim
yang memenuhi syarat wajib puasa.
C. Penentuan Awal Ramadhan
Untuk menentukan awal Ramadhan, ada dua cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW yaitu :
1. Dengan melihat bulan (ru`yatul hilal).
Yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada sore hari saat
matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam
waktu yang singkat, maka ditetapkan bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan
Ramadhan. Jadi bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30 hari. Maka ditetapkan untuk melakukan
ibadah Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai berpuasa.
2. (Ikmal) Menggenapkan umur bulan Sya`ban menjadi 30 hari
Tetapi bila bulan sabit awal Ramadhan sama sekali tidak terlihat, maka umur bulan Sya`ban ditetapkan
menjadi 30 hari (ikmal) dan puasa Ramadhan baru dilaksanakan lusanya.
Perintah untuk melakukan ru`yatul hilal dan ikmal ini didasari atas perintah Rasulullah SAW dalam hadits
riwayat Abu Hurairah ra. : Puasalah dengan melihat bulan dan berfithr (berlebaran) dengan melihat bulan,
bila tidak nampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya`ban menjadi 30 hari.(HR. Bukhari dan Muslim).
Sedangkan metode penghitungan berdasarkan ilmu hisab dalam menentukan awal Ramadhan tidak
termasyuk cara yang masyru` karena tidak ada dalil serta isyarat dari Rasulullah SAW untuk
menggunakannya. Ini berbeda dengan penentuan waktu shalat dimana Rasulullah SAW tidak memberi
perintah secara khusus untuk melihat bayangan matahari atau terbenamnya atau terbitnya atau ada
tidaknya mega merah dan seterusnya. Karena tidak ada perintah khusus untuk melakukan rukyat, sehingga
penggunaan hisab khusus untuk menetapkan waktu-waktu shalat tidak terlarang dan bisa dibenarkan.
Ikhtilaful Matholi`
Ada perbedaan pendapat tentang ru`yatul hilal, yaitu apakah bila ada orang yang melihat bulan, maka seluruh
dunia wajib mengikutinya atau tidak ? Atau hanya berlaku bagi negeri dimana dia tinggal ? Dalam hal ini para
ulama memang berbeda pendapat :
l Pendapat pertama adalah pendapat jumhur ulama
Mereka (jumhur) menetapkan bahwa bila ada satu orang saja yang melihat bulan, maka semua wilayah
negeri Islam di dunia ini wajib mengikutinya.
Hal ini berdasarkan prinsip wihdatul matholi`, yaitu bahwa mathla` (tempat terbitnya bulan) itu merupakan
satu kesatuan di seluruh dunia. Jadi bila ada satu tempat yang melihat bulan, maka seluruh dunia wajib
mengikutinya.
Pendapat ini didukung oleh Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal.
l Pendapat Kedua adalah pendapat Imam Syafi`i RA.
Beliau berpendapat bahwa bila ada seorang melihat bulan, maka hukumnya hanya mengikat pada negeri
yang dekat saja, sedangkan negeri yang jauh memeliki hukum sendiri. Ini didasarkan pada prinsip ihktilaful
matholi` atau beragamnya tempat terbitnya bulan.
Ukuran jauh dekatnya adalah 24 farsakh atau 133,057 km. Jadi hukumnya hanya mengikat pada wilayah
sekitar jarak itu. Sedangkan diluar jarak tersebut, tidak terikat hukum ruk`yatul hilal.
Dasar pendapat ini adalah hadits Kuraib dan hadits Umar, juga qiyas perbedaan waktu shalat pada tiap
wilayah dan juga pendekatan logika.

sumber :http://www.syariahonline.com/puasa/001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar